Sejarah Biografi Syeikh Ibnu Malik

قَالَ مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ مَالِك  أَحْمَدُ رَبِّي اللهَ خَيْرَ مَالِكِ



Latar belakang Syeikh Ibnu Malik

Siapa yang tak kenal Ibnu Malik, Beliau adalah ulama besar yang familiar dengan sebuah kitab yang bernama Alfiyah. Kitab ini berisi tentang kaidah  bahasa arab  yang bermuara seputar ilmu nahwu dan sharaf yang  banyak di-aji dan di-kaji  di-dunia pesantren-pesantren dan pakultas-pakultas pada umumnya, bahkan kitab ini dijadikan landasan pengajaran literature bahasa arab di universitas Al-Azhar Kairo-Mesir.  Nama lengkap beliau adalah Syeikh Al-Alamah Muhammad Jamaluddin ibnu Abdillah ibnu Malik al-Thay, lahir di sebuah kota kecil yang bernama Jayyan. Dimana daerah tersebut masih di bawah kekuasaan pemerintah Andalusia (Spanyol). Konon ketika  itu, penduduk negeri tersebut  sangat mencinta pengetahuan, sehingga mereka sibuk berlomba-lomba untuk mencapainya, bahkan mereka bersaing dalam menciptakan sebuah karya-karya  ilmiah.


Sekilas Tentang Pendidikan Syeikh Ibnu Malik

Ketika beliau masih usia dini, Beliau sangat gemar sekali menuntut ilmu,  bahkan beliau pernah belajar kepada seorang ulama yang bernama Syaikh Al-Syalaubini (w.645 H) yang berada di daerahnya sendiri. Setelah meranjak dewasa, beliau berangkat ke Ke-makkah untuk menunaikan ibadah haji. Dan setelah itu, beliau langsung  menuju perjalanan ke-Damaskus untuk menimba ilmu dan pengetahuan. Di sanalah  beliau  belajar ilmu dari beberapa ulama besar, di antara adalah Al-Sakhawi (w.643 H). Dari Damaskus kemudian beliau  berangkat lagi ke-kawasan  Aleppo, dan beliau menuntut ilmu kepada Syaikh Ibnu Ya’isy al-Halaby (w.643 H) seorang ulama besar yang berada di-kawasan tersebut.


Kekaguman Para Ulama Atas Kejeniusan Syeikh Ibnu Malik

Nama Ibnu Malik didaerah tersebut mulai tercium harum  dan dikagumi oleh para ulama, karena kejeniusan dan kecerdasan beliau yang sangat luar bisa didalam menyampaikan sebuah karya ilmiyah. Beliau  banyak menampilkan teori-teori nahwiyah sebagai analogy teori-teori mazhab Andalusia, yang jarang diketahui oleh orang-orang Syiria pada waktu itu. Teori nahwiyah semacam ini, banyak diikuti oleh murid-muridnya, seperti Imam Al-Nawawi, Ibn al-Athar, Al-Mizzi, Al-Dzahabi, Al-Shairafi, dan Qadli al-Qudlat Ibn Jama’ah. Untuk menguatkan teorinya ini, sarjana besar yang berkebangsaan  Eropa ini, tidak segan-segan mengambil saksi (syahid) dari teks-teks Al-Qur’an. Kalau tidak Beliau dapatkan, dan beliau juga menyajikan teks Al-Hadits. Kalau tidak ia dapatkan.

Beliau mengambil saksi dari sya’ir-sya’ir sastrawan Arab kenamaan. Semua itu adalah pemikiran yang diproses melalui paradigma yang dituangkan dalam kitab-kitab karangannya, baik berbentuk nazhom (syair puitis) atau berbentuk natsar (prosa). Sesungguhnya, karangan beliau ini masih  lebih baik dan lebih indah dari para tokoh pendahulu-nya.


Karya-Karya Syeikh Ibnu Malik

Diantara karya-karya agung beliau adalah Nazhom al-Kafiyah al-Syafiyah yang terdiri dari 2757 bait. Kitab ini menyajikan semua informasi tentang Ilmu Nahwu dan Sharaf yang diikuti dengan komentar (syarah). Kemudian kitab ini diringkas menjadi seribu bait, yang kini terkenal dengan nama Alfiyah Ibn Malik. Kitab ini bisa disebut Al-Khulashah (ringkasan) karena isinya mengutip inti uraian dari Al-Kafiyah, dan bisa juga disebut Alfiyah (ribuan) karena bait syairnya terdiri dari seribu baris. Kitab ini terdiri dari delapan puluh (80) bab, dan setiap bab diisi oleh puluhan bait dengan narasi yang indah. Al-Sayuthi dalam kitabnya, Bughyat al-Wu’at. Adalah diantara salah satu ulama yang gemar menghimpun semua tulisan Ibnu malik.

Penggunaan Bahar Rajaz Dalam Sebuah Bait Sya’ir, Bab yang terpendek diisi oleh dua bait seperti Bab al-Ikhtishash dan bab yang terpanjang adalah Jama’ Taktsir karena diisi empat puluh dua bait. Dalam muqaddimahnya, kitab puisi yang memakai Bahar Rojaz ini disusun dengan maksud :


1. Menghimpun semua permasalahan nahwiyah dan shorfiyah yang dianggap penting.

menerangkan hal-hal yang rumit dengan bahasa yang singkat, tetapi sanggup menghimpun kaidah yang berbeda-beda, atau dengan sebuah contoh yang bisa menggambarkan satu persyaratan yang diperlukan oleh kaidah itu.


2. Membangkitkan perasaan senang bagi orang yang ingin mempelajari isinya.

Semua itu terbukti, sehingga kitab ini lebih baik dari pada Kitab Alfiyah karya Ibnu Mu’thi. Meskipun begitu, penulisnya tetap menghargai Ibnu Mu’thi karena beliau ini pembuka jalan lebih dahulu. Dalam Islam, semua junior harus menghargai pendahulunya, paling tidak karena dia lebih sepuh dalam menampilkan sebuah karya ilmiyah.

Kitab Khulashoh yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di dunia ini, memiliki posisi yang penting dalam perkembangan Ilmu Nahwu. Berkat kitab ini dan kitab aslinya, nama Ibn Malik menjadi popular, dan pendapatnya banyak dikutip oleh para ulama, termasuk ulama yang mengembangkan ilmu di kawasan Timur tengah.

Al-Rodhi, seorang cendekiawan besar ketika menyusun Syarah Al-Kafiyah karya Ibnu Hajib, banyak mengutip dan mempopulerkan pendapat Ibnu Malik. Dengan kata lain, perkembangan nahwu setelah ambruknya beberapa akademisi Abbasiyah di Baghdad, dan merosotnya para ilmuan Daulat Fathimiyah di Mesir, maka para pelajar pada umumnya mengikuti pemikiran cemerlang Ibnu Malik.



Kitab Alfiyah Ibnu Malik - Karya Agung Yang Banyak Digemari

Sebelum kerajaan besar di Andalusia runtuh, pelajaran Ilmu nahwu pada awalnya cendrung tidak banyak diminati oleh masyarakat. Akan tetapi setelah lama-kelamaan, pelajaran ini mulai banyak di gemari oleh masarakat sekitarnya.bahkan menjamur kepelosok-pelosok desa terpencil. maka mulailah bermunculan karya-karya ilmiah dari goresan tinta para ulama dan para cedikiawan jenius, yang menambah semarak kecintaan masayarakat terhadap ilmu nahwu dan sharaf.

Dalam kitab Kasyf al-Zhunun, para ulama penulis Syarah Alfiyah berjumlah tidak kurang dari empat puluh orang. Sebagian mereka ada yang menulis dengan uraian yang panjang, dan ada pula yang menulis hanya dengan sebuah karya singkat (mukhtashar). Di sela-sela itu muncullah beberapa karya baru dari beberapa ulama yang memberikan catatan sisi (hasyiyah) pada setiap kitab-kitab syarah.

Kritikan Muhammad Badruddin Terhadap Karya Syeikh Ibnu Malik Syarah pertama kitab Alfiyah  ditulis langsung oleh putera Ibnu Malik sendiri, yaitu Muhammad Badruddin (w.686 H). Syarah ini banyak mengkritik kitab  yang diuraikan oleh ayahnya, seperti kritik tentang uraian maf’ul mutlaq, tanazu’ dan sifat mutasyabihat. Kritikan ini kedengaranya  aneh,  tapi puteranya ini yakin bahwa tulisan ayahnya perlu dikoreksi. Atas dasar itu, Badruddin mengarang bait Alfiyah tandingan dan mengambil syahid dari ayat al-Qur’an. Akan tetapi hampir semua ulama ahli nahwu mengetahui bahwa tidak semua teks al-Qur’an bisa disesuaikan dengan teori-teori nahwiyah yang sudah dianggap baku oleh ulama.

Muhammad Badruddin yang pada masa mudanya bertempat di Ba’labak ini, sangat rasional dan cukup beralasan, hanya saja beliau lebih mendukung teori-teori nahwiyah yang syadz (yang diragukan). Karena itu, banyak penulis-penulis Syarah Alfiyah yang muncul pada tahun-tahun berikutnya.  Seperti Ibnu Hisyam, Ibnu Aqil, dan Al-Asymuni, dan masih banyak para ulama meralat ulang  pemikiran putra Ibnu Malik tadi. Meskipun begitu, Syarah Badrudin ini cukup menarik, sehingga banyak juga ulama besar yang menulis hasyiyah untuknya, seperti karya Ibnu Jama’ah (w.819 H), Al-‘Ainy (w.855 H), Zakaria al-Anshariy (w.191 H), Al-Sayuthi (w.911 H), Ibnu Qasim al-Abbadi (w.994 H), dan Qadli Taqiyuddin ibnu Abdulqadir al-Tamimiy (w.1005 H).

Alfiyah Banyak Terangkum Dalam Kitab Syarah, diantara penulis-penulis syarah Alfiyah lainnya, yang bisa ditampilkan dalam tulisan ini, adalah Al-Murodi, Ibnu Hisyam, Ibnu Aqil, dan Al-Asymuni.

Al-Murodi - (w.749H), menulis dua kitab syarah untuk kitab Tashil al-Fawaid dan Nazham Alfiyah, keduanya karya Ibn Malik. Meskipun syarah ini tidak popular di Indonseia, tetapi pendapat-pendapatnya banyak dikutip oleh ulama lain. Antara lain Al-Damaminy (w.827H) seorang sastrawan besar ketika menulis syarah Tashil al-Fawaid menjadikan karya Al-Murodi itu sebagai kitab rujukan. Begitu pula Al-Asymuni ketika menyusun Syarah Alfiyah dan Ibnu Hisyam ketika menyusun Al-Mughni banyak mengutip pemikiran Al-Murodi yang muridnya Abu Hayyan itu.

Ibnu Hisyam - (w.761H), adalah ahli nahwu raksasa yang karya-karyanya banyak dikagumi oleh ulama berikutnya. Di antara karya itu Syarah Alfiyah yang bernama Audlah al-Masalik yang terkenal dengan sebutan Audlah. Dalam kitab ini ia banyak menyempurnakan definisi suatu istilah yang konsepnya telah disusun oleh Ibn Malik, seperti definisi tentang tamyiz. Ia juga banyak menertibkan kaidah-kaidah yang antara satu sama lain bertemu, seperti kaidah-kaidah dalam Bab Tashrif. Tentu saja, ia tidak hanya terpaku oleh Mazhab Andalusia, tetapi juga mengutip Mazhab Kufa, Bashrah dan semacamnya. Kitab ini cukup menarik, sehingga banyak ulama besar yang menulis hasyiyahnya. Antara lain Hasyiyah Al-Sayuthi, Hasyiyah Ibn Jama’ah, Ha-syiyah Putera Ibn Hisyam sendiri, Hasyiyah Al-Ainiy, Hasyiyah Al-Karkhi, Hasyiyah Al-Sa’di al-Maliki al-Makki, dan yang menarik lagi adalah catatan kaki (ta’liq) bagi Kitab al-Taudlih yang disusun oleh Khalid ibn Abdullah al-Azhari (w. 905 H).

Ibnu 'Aqil - (w.769H), adalah ulama kelahiran Aleppo dan pernah menjabat sebagai penghulu besar di Mesir. Karya tulisnya banyak, tetapi yang terkenal adalah Syarah Alfiyah. Syarah ini sangat sederhana dan mudah dicerna oleh orang-orang pemula yang ingin mempelajari Alfiyah Ibn Malik . Ia mampu menguraikan bait-bait Alfiyah secara metodologis, sehingga terungkaplah apa yang dimaksudkan oleh Ibnu Malik pada umumnya. Penulis berpendapat, bahwa kitab ini adalah Syarah Alfiyah yang paling banyak beredar di pondok-pondok pesantren, dan banyak dibaca oleh kaum santri di Indonesia. Terhadap syarah ini, ulama berikutnya tampil untuk menulis hasyiyahnya. Antara lain Hasyiyah Ibnu al-Mayyit, Hasyiyah Athiyah al-Ajhuri, Hasyiyah al-Syuja’i, dan Hasyiyah Al-Khudhoriy.

Al-Asymuni - (w.929H), Syarah ini sangat kaya akan informasi, Syarah Alfiyah ini salah satu yang terhebat dari Manhaj al-Salik, dan sumber kutipannya sangat bervariatif. Syarah ini dapat dinilai sebagai kitab nahwu yang paling sempurna, karena memasukkan pelbagai pendapat mazhab dengan argumentasinya masing-masing. Dalam syarah ini, pendapat para penulis Syarah Alfiyah sebelumnya banyak dikutip dan dianalisa. Antara lain mengulas pendapat Putra Ibnu Malik, Al-Muradi, Ibnu Aqil, Al-Sayuthi, dan Ibnu Hisyam, bahkan dikutip pula komentar Ibnu Malik sendiri yang dituangkan dalam Syarah Al-Kafiyah, tetapi tidak dicantumkan dalam Alfiyah. Semua kutipan-kutipan itu diletakkan pada posisi yang tepat dan disajikan secara sistematis, sehingga para pembaca mudah menyelusuri suatu pendapat dari sumber aslinya.

Kitab ini memiliki banyak hasyiyah juga, antara lain: Hasyiyah Hasan ibnu Ali al-Mudabbighi, Hasyiyah Ahmad ibnu Umar al-Asqothi, Hasyiyah al-Hifni, dan Hasyiyah al-Shabban. Dalam Muqoddimah hasyiyah yang disebut akhir ini, penulisnya mencantumkan ulasan, bahwa methodenya didasarkan atas tiga unsur, yaitu:

1. Karangannya akan merangkum semua pendapat ulama nahwu yang mendahului penulis, yang terurai dalam kitab-kitab syarah al-Asymuni.

2. Karangannya akan mengulas beberapa masalah yang sering menimbulkan salah faham bagi pembaca.

3. Menyajikan komentar baru yang belum ditampilkan oleh penulis hasyiyah sebelumnya. Dengan demikian, kitab ini bisa dinilai sebagai pelengkap catatan bagi orang yang ingin mempelajari  ilmu nahwu dan sharaf.